RaniH 27 Januari 2022 02:48 Di beberapa tempat di Indonesia terjadi kasus gizi buruk. Dalam mengkaji permasalahan tersebut maka yang harus dikaji adalah faktor manusia dan kondisi fisik di mana kejadian tersebut terjadi. Pendekatan geografi yang berkaitan dengan kasus tersebut yaitu . a. Saatini kasus gizi buruk di Indonesia sudah mengalami penurunan jumlah. Tercatat penurunan kasus gizi kurang dari 31 persen di tahun 1990 menjadi 17,9 persen di tahun 2012. Kasus gizi kurang banyak dialami oleh beberapa daerah yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT. UpdateInformasi Covid-19 Indonesia . Kasus Positif: 5,998,953 +3,077: Sembuh: 5,714,662 +12,499: Meninggal: 154,670 +100: KASUS anak penderita gizi buruk di Jakarta Utara sebagian besar terjadi di permukiman ilegal yang masih menjamur akibat arus urbanisasi. Dari 34 kasus gizi buruk sepanjang Januari tahun ini, sembilan di antaranya Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih memiliki masalah gizi yang dialami masyarakatnya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sendiri membagi masalahan gizi tersebut dalam tiga kategori yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan kekurangan gizi mikro . Dibeberapa tempat di Indonesia terjadi kasus gizi buruk. Dalam mengkaji permasalahan tersebut maka yang harus dikaji adalah faktor manusia dan kondisi fisik di mana kejadian tersebut terjadi. Pendekatan geografi yang berkaitan dengan kasus tersebut yaitu . pendekatan keruangan pendekatan kelingkungan pendekatan kompleks wilayah 3mBoB. Indonesia bersama negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB berkomitmen untuk mengakhiri segala bentuk permasalahan malnutrisi pada tahun 2030. Indonesia juga menargetkan pada tahun 2025 untuk menurunkan stunting pendek dan wasting kurus pada balita. Inilah perkembangan status perbaikan gizi di Indonesia dan langkah nyata dalam menurunkan gizi buruk di Indonesia. Perkembangan Status Perbaikan Gizi di Indonesia Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2018, secara nasional terdapat 30,8% balita yang menderita kekurangan gizi sehingga tidak tumbuh sempurna stunting. Walaupun persentase anak yang kurang gizi masih cukup tinggi di 2018, jumlah persentase anak kurang gizi sudah mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2007 sampai tahun 2013 sebanyak 37,2% Riskesdas 2013. Beberapa wilayah bagian timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat memperlihatkan status perbaikan gizi yang signifikan. Data menunjukkan, penurunan prevalensi pertumbuhan gizi tidak sempurna stunting di Provinsi NTT mencapai Langkah Nyata dalam Menurunkan Gizi Buruk Sumber UNICEF Masalah gizi buruk di Indonesia merupakan masalah bersama. Guna mencapai Indonesia bebas malnutrisi pada tahun 2030, pemerintah pusat dan daerah bekerja sama dengan tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan dan pencegahan terhadap gizi buruk. Ditangani oleh tenaga gizi dari puskesmas, pemantauan dan pencegahan malnutrisi dilakukan ke seluruh wilayah Indonesia termasuk bagian Timur. Mengacu pada Riset Tenaga Kesehatan Risnakes di tahun 2017, tenaga gizi sendiri sudah menempati 73,1% puskesmas di seluruh Indonesia. Sementara itu, sekitar 26,1% puskesmas belum memiliki tenaga gizi terutama di wilayah terpencil dan sangat terpencil. Langkah nyata pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah dengan membuat program Nusantara Sehat. Ini merupakan program yang menempatkan tenaga kesehatan terlatih seperti dokter, dokter gigi, tenaga gizi, bidan, perawat, tenaga farmasi, analis kesehatan dan tenaga kesehatan masyarakat, dan sanitarian di puskesmas dalam kurun waktu 2 tahun. Tujuannya agar masalah kesehatan masyarakat terutama gizi buruk bisa dipantau, disembuhkan, dan dicegah persebarannya. Selain itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga membagikan biskuit khusus yang memiliki kandungan nutrisi dan gizi yang cukup ke seluruh puskesmas di Indonesia. Biskuit tersebut akan dibagikan oleh puskesmas kepada mereka yang memerlukan asupan nutrisi dan gizi yang cukup. Kasus Gizi Buruk di Indonesia Masa pertumbuhan merupakan masa esensial bagi anak-anak untuk mendapatkan asupan nutrisi dan gizi yang cukup. Asupan nutrisi dan gizi yang cukup dapat mencegah pertumbuhan tidak sempurna, seperti stunting dan wasting. Namun, sekitar 2,9 juta anak di Indonesia masih mengalami gizi buruk. Contoh kasus gizi buruk terjadi pada Marce, anak yang mengalami gizi buruk di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dia tinggal bersama ibu dan keenam saudaranya. Saat tim UNICEF berkunjung, tim menemukan keadaan Marce yang cukup menyedihkan. Dia memiliki lingkar lengan LILA di bawah 11 cm atau masih di area merah berbahaya. Setelah dirawat, kondisi Marce menjadi semakin baik. Lingkar lengannya sudah mencapai 11,5 cm atau berada di area kuning. Selain itu, UNICEF juga membentuk program untuk membantu Marce dan anak-anak yang mengalami kekurangan gizi. Program tersebut berupa pemberian obat gizi khusus yang bentuknya menyerupai pasta kacang yang disukai anak-anak. Obat ini berkhasiat untuk membantu anak-anak mendapatkan berat badan ideal dan bertenaga. Inilah keadaan status gizi buruk di Indonesia. Kamu bisa membantu pemerintah Indonesia dan UNICEF dalam mendukung upaya melawan gizi buruk, dengan berkontribusi melalui Kitabisa. Berkat dukungan donasi ini, banyak anak-anak penderita gizi buruk yang telah mendapatkan perawatan. Ayo, kita sama-sama berjuang melawan gizi buruk. CIANJUR - Kasus anak yang mengalami gizi buruk di Kabupaten Cianjur masih cukup banyak. Dinas Kesehatan Dinkes Kabupaten Cianjur mencatat selama rentang waktu 2019 hingga 2021, ada sebanyak 289 orang balita yang mengalami gizi buruk. "Total selama tiga tahun terakhir, ada 289 balita yang mengalami gizi buruk," ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Dinkes Kabupaten Cianjur Irvan Nur Fauzy kepada wartawan, Kamis 27/5. Rinciannya, pada 2019 ada sebanyak 93 balita dengan gizi buruk. Selanjutnya, pada pada 2020 naik mencapai 153 balita gizi buruk. Berikutnya selama periode Januari hingga Mei 2021, tercatat 43 balita gizi buruk dan salah satunya, Muhammad Bayu, balita asal Agrabinta yang kini kondisinya memprihatinkan. Irvan mengatakan, kenaikan kasus gizi buruk terjadi saat awal pandemi Covid-19. Meskipun demikian, belum bisa dipastikan dampak dari pandemi pada peningkatan kasus gizi buruk di Cianjur. Lebih lanjut Irvan mengatakan, berdasarkan data memang paling banyak kasus pada masa awal pandemi. Hal ini karena pada saat awal pandemi, layanan menjadi kurang maksimal, misalnya ada pembatasan dan khawatir terjadi penyebaran Covid. Kondisi inilah, Irvan menambahkan, yang mungkin jadi salah satu faktor kenaikan pada tahun lalu. Dia mengatakan, faktor utama masih banyaknya kasus gizi buruk di Cianjur, di antaranya minimnya pengetahuan orang tua dalam pemenuhan gizi untuk anak. Kondisi ini, tutur Irvan, terutama terjadi di wilayah Cianjur selatan. Di mana orang tua kurang dalam memperhatikan asupan gizi anak. Di samping itu, adanya penyakit penyerta membuat anak rentan mengalami gizi buruk. Dari data yang ada, ungkap Irvan, rata-rata balita gizi buruk di Cianjur mengidap TBC dan hepatitis. Dengan demikian, penyakit tersebut membuat asupan gizi di dalam tubuh anak berfokus pada penyakit yang menjangkitnya. Dalam artian, Irvan menambahkan, asupan gizi ke tubuh fokus ke penyakit yang dideritanya sehingga dampak ini terjadi pada balita di Agrabinta yang beberapa hari lalu. Ke depan, Irvan menerangkan, Dinkes telah menginstruksikan petugas di tingkat puskesmas dan posyandu untuk memantau kondisi setiap balita di Cianjur. Misalnya, dengan mengintensifkan lagi program posyandu unruk mendeteksi sejak awal anak yang mengalami gizi buruk agar bisa ditangani dengan cepat. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini

di beberapa tempat di indonesia terjadi kasus gizi buruk